Mengenai Saya

Jumat, 10 Februari 2012

Paper AMDAL


ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
DAMPAK BANJIR TERHADAP KEBERLANJUTAN PERTANIAN DAN PETERNAKAN SERTA CARA PENANGGULANGANNYA

Presented By Ryan Aryadin Putra
B1B.008.026

PENDAHULUAN

Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap berbagai kejadian bahaya alam, yaitu bencana geologi (gempa, gunung api, longsor, tsunami dan sebagainya) dan hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan sebagainya). BAKORNAS Penanganan Bencana (PB) mencatat antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana di Indonesia. Sebagian dari kejadian bencana tersebut (53,3%) merupakan bencana hidrometeorologi. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Kondisi morfologi Indonesia yaitu relief bentang alam yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya, menyebabkan selalu terjadi banjir di Indonesia pada setiap musim penghujan. Banjir umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur (Rahayu et al 2009).
Faktor kondisi alam tersebut diperparah oleh meningkatnya jumlah penduduk yang menjadi faktor pemicu terjadinya Banjir secara tidak langsung. Tingkah laku manusia yang tidak menjaga kelestarian hutan dengan melakukan penebangan hutan yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah sungai. Bencana banjir di Indonesia yang terjadi setiap tahun terbukti menimbulkan dampak pada kehidupan manusia dan lingkungannya terutama dalam hal korban jiwa dan kerugian materi (BAKORNAS PB, 23 Juni 2006 DALAM RAN PRB disitasi oleh Rahayu et al, 2009).
Akhir-akhir ini banjir melanda wilayah Indonesia Timur yang meliputi daerah Nusa Tenggara Barat di daerah Sumbawa, Dompu, dan Bima. Banjir ini tidak hanya menimbulakan kerugian materi, tetapi kerugian di bidang pertanian dan peternakan terutama ketersedian bahan baku yang menjadi pakan utama ternak ruminansia, unggas, dan ternak non ruminansia. Di dunia peternakan sendiri menyebabkan ternak terbawa dan hanyut bersama banjir, terbatas dan rusaknya lahan pengembalaan ternak. Dengan kejadian tersebut sector pertanian dan peternakan menjadai kacau dan tidak terkendali.
Tujuan penyajian paper ini adalah untuk mengetahui beberapa hal penyebab terjadinya banjir, dampaknya terhadap keberlanjutan pertanian dan peternakan, upaya-upaya dan cara penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

MASALAH
            Rendahnya sistem irigasi dan bendungan yang kurang layak, pengawasan terhadap pembuangan dan pengolahan sampah rumah tangga atau hasil buangan perusahaan, kurangnya perhatian terhadap keadaan dan kondisi sungai yang menjadikan sebagai tempat pembuangan sampah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga menyebabkan berbagai masalah mulai dari banjir, kesenjangan sosial dan tidak menutup kemungkinan terjadinya tanah longsor. Beberapa hal tersebut merupakan masalah yang sangat serius yang harus dicari jalan keluarnya (Problem Solving), sehingga tidak terjadi secara kontinyu dan rutin.

ANALISIS TERJADINYA BANJIR
            Banjir sering disebabkan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya : 1) Hujan yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya curah hujan selama berhari-hari, 2) Erosi tanah yang menyisakan batuan dan menyebabkan air hujan mengalir deras di atas permukaan tanah tanpa terjadi resapan air dalam tanah, 3)  Buruknya penanganan sampah yang menyumbat saluran-saluran air sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya, 4) Pembangunan tempat permukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air hujan, pembangunan tempat permukiman bisa menyebabkan meningkatnya risiko banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya serap air tinggi. Masalah ini sering terjadi di kota-kota besar yang pembangunannya tidak terencana dengan baik. Peraturan pembuatan sumur resapan di daerah perkotaan kurang diawasi pelaksanaannya, 5) Bendungan dan saluran air yang rusak walaupun tidak sering terjadi, namun bisa menyebabkan banjir terutama pada saat hujan deras yang panjang, 6) Keadaan tanah dan tanaman yaitu tanah yang ditumbuhi banyak tanaman mempunyai daya serap air yang besar. Tanah yang tertutup semen, paving atau aspal sama sekali tidak menyerap air, 7) Pembabatan hutan juga dapat merupakan penyebab banjir dan di daerah bebatuan memiliki daya serap air sangat kurang sehingga bisa menyebabkan banjir kiriman atau banjir bandang (Rahayu et al, 2009).
Siklus hidrologi menggambarkan mekanisme pendistribusian massa air yang bergerak melalui berbagai media dan dalam berbagai bentuk karena adanya pengaruh radiasi matahari dan gravitasi bumi. Banjir terjadi pada saat pergerakan massa air dalam bentuk aliran permukaan terhambat oleh rendahnya kapasitas pembuangan sehingga terjadi genangan diwilayah tersebut (Rahayu et al, 2009).I –

 


Siklus hidrologi menggambarkan







Sumber: Rahayu et al, 2009
 
 


Secara faktual faktor determinan penyebab banjir adalah kondisi iklim ekstrim, terganggunya keseimbangan hidrologis, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya. Besaran banjir dan kekeringan sangat ditentukan jumlah, intensitas faktor penyebab serta durasi terjadinya. Penyimpangan iklim akibat ENSO, IOD dan MJO menyebabkan produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari ekstrimitas tinggi ke rendah atau sebaliknya, sehingga menyebabkan penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Interaksi ketiga faktor tersebut sangat menentukan besaran faktor klimatologis yang terjadi
            Hasil analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang mengarah terjadinya perubahan iklim. Tahun 2007 perubahan itu antara lain dicirikan terjadinya dua periode musim kemarau dan musim hujan dalam satu tahun, sehingga pola curah hujan berubah dari mono modal menjadi bimodal. Dampak negatif terhadap sektor pertanian yang paling signifikan adalah bergesernya awal musim hujan dengan banjirnya dan kemarau dengan kekeringannya. Implikasi langsungnya adalah kacaunya pola tanam, perubahan durasi musim dan intensitasnya. Perubahan iklim ini diperburuk dengan terjadinya degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga mengganggu neraca air hidrologis. Implikasinya, terjadinya kelebihan air pada musim hujan dan atau kekurangan air pada musim kemarau, sehingga menyebabkan banjir dan atau kekeringan dilahan pertanian, kerusakan pertanaman padi, menurunnya produksi bahkan dibeberapa wilayah mengalami puso dan ketersediaan bahan baku pakan untuk ternak menurun (Anonim, 2010).

Daerah Rawan Banjir
Daerah rawan banjir memiliki ciri ciri khas sebagai berikut : 1) Daerah dengan topografi berupa cekungan dan/atau dataran landai, dimana elevasi tanah mendekati atau dibawah muka air laut, 2) Daerah dataran banjir alami seperti rawa dan bantaran sungai, 3) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melampaui batas kritis, dengan ciri-ciri : tanah tandus, rasio debit maksimum terhadap debit minimum sangat besar (sungai sangat kering di saat kemarau dan sangat penuh disaat hujan), 4) Daerah dengan curah/intensitas hujan sangat tinggi, 5) Daerah dengan sistem saluran pembuangan air penuh dengan sampah, 6) Daerah pantai yang rawan terhadap badai tropis, 7) Daerah pantai yang rawan tsunami yang bisa diakibatkan oleh gempa tektonik dasar laut maupun gempa akibat gunung api aktif yang terletak didasar laut seperti Krakatau, 8) Daerah hilir dam terutama yang telah beroperasi cukup lama (Rahayu et al, 2009).

BAHAYA BANJIR
a.   Dampak banjir di dunia pertanian dan keberlanjutannya
Dunia pertanian mampu menyiapkan berbagai kebutuhan manusia dan hewan pada umumnya. Kebutuhan tersebut terpenuhi seiring dengan kondisi dan daya dukung lahan serta lingkungan yang bagus. Apabila lingkungan yang kurang mendukung, maka keberlanjutan pertanian menjadi ancaman yang terbesar. Berbagai ancaman yang melanda adalah hilangnya atau  berkurangnya bibit, terbatasnya bahan baku pakan ternak baik ternak ruminansia, non ruminansia, dan ternak unggas.
Kurangnya bahan baku pakan bagi ternak juga menjadi hal yang besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan pertanian, dimana kotoran yang dihasilkan dari sisa metabolisme ternak akan dijadikan sebagai pupuk yang mampu meningkatkan daya produksi tana, lahan, dan tanaman.

b.   Dampak banjir di dunia peternakan dan keberlanjutannya
Dunia peternakan mampu menyiapakan dan melengkapi berbagai kebutuhan manusia melalui sumbangan nilai gizi. Beberapa bahaya dan dampak banjir terhadap keberlanjutan dunia peternakan adalah hilang dan berkurangnya lahan pengembalaan ternak terutama ternak ruminansia dan non ruminansia, banyak ternak yang terbawa oleh derasnya arus banjir, banyak ternak unggas yang mati dan bahkan hilang terbawa banjir, dan masih banyak dampak lainnya.    

ANALISIS  DAN PEMECAHAN MASALAH
Tindakan Kesiapsiagaan Persiapan dalam pencegahan kemungkinan Banjir:
Untuk menghindari resiko banjir, sebaiknya membuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Untuk daerah-daerah yang berisiko banjir, sebaiknya: 1) Mengerti akan ancaman banjir termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir, 2) Melakukan persiapan untuk mengungsi dan melakukan latihan pengungsian. 3) Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir, 4) Mengembangkan program penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman banjir dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperhitungkan ancaman banjir dalam perkembangan masa depan, 5) Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan, 6) Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berrisiko banjir, 7) Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir, 8) Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir atau petunjuk kedalaman genangan air (Anonim, 2007).
Melakukan perbaikan system drainase dan system perbaikan bendungan, tidak melakukan pembuangan sampah di DAS, melakukan perbaikan dan reboisasi hutan yang telah dibabat habis, dan melakukan mitigasi terhadap banjir. 
            Mitigasi banjir adalah semua tindakan/upaya untuk mengurangi dampak dari suatu bencana banjir. Upaya mitigasi ini biasanya ditujukan untuk jangka waktu yang panjang. Secara umum jenis jenis mitigasi dapat dikelompokkan kedalam mitigasi struktural dan mitigasi non structural (Rahayu et al, 2009).

1. Mitigasi Struktural
Yang dimaksud dengan mitigasi struktural adalah upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat fisik. Upaya-upaya mitigasi struktural banjir yang dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah : Perbaikan dan peningkatan sistem drainase,  Normalisasi fungsi sungai yang dapat berupa : pengerukan, sudetan, Relokasi pemukiman di bantaran sungai, Pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf banjir berupa : tanggul, pintu, pompa, waduk dan sistem polder, Perbaikan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sementara mitigasi struktural yang dapat dilakukan oleh masyarakat di kawasan rawan banjir antara lain : Membantu upaya peningkatan kapasitas resapan air di wilayahnya baik dengan menanam lebih banyak pohon maupun membuat sumur resapan, Membantu penyusunan peta zonasi/risiko banjir, Membangun rumah sesuai dengan peraturan tata guna lahan, Membuat rumah lebih tinggi dari muka air banjir, Melengkapi sistem sanitasi rumah dengan klep/penutup banjir, Mitigasi non fisik dapat pula dilakukan melalui kegiatan pendidikan lingkungan yaitu : Mewujudkan budaya masyarakat dan pemangku kepentingan dalam memahami fenomena banjir dan menjaga kapasitas/kelestarian daya serap Daerah Aliran Sungai (DAS), Mewujudkan budaya masyarakat untuk berperan serta dalam menjaga fungsi sistem pembuangan air (drainase) dan pengendalian banjir, Mewujudkan budaya masyarakat yang tidak membuang sampah/sedimen/limbah ke sungai, saluran dan bangunan air lainnya, Melakukan gerakan penghijauan/penanaman kembali tumbuh tumbuhan di lahan kosong dan memeliharanya dengan baik.

2. Mitigasi Non - Struktural
Kebalikan dari mitigasi struktural, mitigasi non struktural adalah segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan. Upaya-upaya mitigasi non struktural banjir yang dilakukan pemerintah antara lain : Membuat master plan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana, Membuat PERDA mengenai penanganan risiko bencana banjir yang berkelanjutan, Mengembangkan peta zonasi banjir, Mengembangkan sistem asuransi banjir, Membangun/memberdayakan Sistem Peringatan Dini Banjir, Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencana banjir melalui pendidikan dan pelatihan, Mengembangkan building code bagi daerah banjir

PENUTUP
Beberapa penyebab terjadinya banjir antara lain: 1) Hujan yang terlalu lama dan panjang, 2) Erosi tanah ,3)  Buruknya penanganan sampah yang menyumbat saluran-saluran, 4) Pembangunan tempat permukiman yang padat, 5) Bendungan dan saluran air yang rusak, 6) Keadaan tanah dan tanaman yang tidak mendukung, 7) Pembabatan hutan.
Dampak banjir terhadap dampak banjir di dunia pertanian yaitu hilangnya dan berkurangnya bibit, terbatasnya bahan baku pakan ternak baik ternak ruminansia, non ruminansia, dan ternak unggas. Hal ini tentu akan mengancam keberlanjutan pertanian.  Dampak banjir di dunia peternakan yaitu hilang dan berkurangnya lahan pengembalaan ternak terutama ternak ruminansia dan non ruminansia, banyak ternak yang terbawa oleh derasnya arus banjir, banyak ternak unggas yang mati dan bahkan hilang terbawa banjir.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi banjir yaitu dengan mitigasi baik mitigasi struktural atau mitigasi non struktural dan memperbaiki system drainase dengan perbaikan bendungan, tidak melakukan pembuangan sampah di DAS, dll.       
































DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Banjir. www.idepfoundation.org/pbbm. Yayasan IDEP. Bali Indonesia. Akses 13 Mei 2011.
Rahayu, Harkunti.P, In In Wahdiny, Anin Utami, Mardhiatul Asparini, 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Program for Hydro Meteorogical Risk Mitigation Secondary Cities in Asia. Pusat Mitigasi Bencana (PMB-ITB). Bandung Indonesia.
Anonim, 2010. Pengelolaan Banjir dan Kekeringan. http://pla.deptan.go.id/rbk/main.html. Akses 11 Mei 2011.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar